Oleh: Muhammad Aufal Fresky
Tanggal
1 Mei kemaren, media massa Indonesia di hebohkan mengenai aksi buruh di
berbagai macam kota kota besar tanah air yang menuntut kenaikan upah. Aksi
tersebut tersebar dimana mana, mulai dari ibu kota Jakarta, Surabaya, Sidoarjo
dan lain semacamnya. Mereka menuntut penghapusan sistem outsourcing, menuntut upah mereka dinaikkan dengan berbagai alasan
salah satunya adalah karena kebutuhan akan bahan-bahan pokok yang semakin
meningkat hingga menuntut kesejahteraan mereka ditingkatkan. Jika kita
berbicara mengenai peningkatan kesejahteraan buruh hal tersebut berarti tidak
terlepas peran serta pengusaha dan regulasi pemerintah yang mengaturnya lewat
UMR (Upah Minimum Regional). Untuk mencegah pemberian upah yang tidak wajar
sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan peraturan penetapan upah minimum
regional di setiap kota, namun hal tersebut dirasa kurang memenuhi kebutuhan
hidup para buruh, oleh karena itu mereka sadar akan hak-hak mereka untuk
memperoleh kesejahteraan dengan cara menuntut lewat cara demonstrasi.
Jika
kita telusuri lebih jauh lagi pertentangan antara buruh dengan para pengusaha
merupakan sebuah realitas sosial yang benar-benar terjadi di tengah masyarakat
kita.Hal tersebut telah disampaikan oleh seorang tokoh Sosialis kelahiran
Jerman yang bernama Karl Marx (1818-1883) lewat teori pertentangan kelas dalam
sebuah buku manifesto komunis yang digagas olehnya. Dia mengatakan bahwasanya
pertentangan antar kelas sudah terjadi sejak zaman kuno yaitu antara tuan tanah
sebagai pemilik lahan dan hamba sahaya yang menggarap tanahnya, hal tersebut
berlangsung hingga sekarang di zaman modern yaiu antara pemilik faktor-faktor
produksi dengan para buruh yang hanya bisa menjual tenaga kerja untuk para
majikan. Untuk lebih lanjutnya Karl Marx memberi nama kapitalis atau golongan
borjuis kepada mereka yang mempunyai alat-alat produksi dan golongan proletar
bagi kaum buruh.
Selain
itu teori Marx yang lainnya yaitu mengenai teori surplus value dan penindasan buruh. Teori tersebut menjelaskan
bahwasanya upah alami/natural wage yang
diterima oleh buruh hanya cukup untuh memenuhi kebutuhan yang pokok-pokok saja
dengan kata lain hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja atau bisa
kita sebut penyambung hidup secara subsisten.
Di dalam teori tersebut dijelasakan bahwasanya jumlah upah yang diterima
oleh buruh lebih rendah daripada nilai dari
hasil kerja yang diberikan buruh kepada sebuah perusahaan/pabrik. Kelebihan
nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami yang diterimanya tersebut oleh
Karl Marx disebut surplus value atau
nilai lebih. Surplus Value tersebut
dinikmati oleh golongan kapitalis/pemilik modal. Semakin kecil upah alami yang
diterima oleh buruh maka semakin besar pula nilai surplus yang diterima para
kapitalis dan hal tersebut berarti mempunyai makna semakin tinggi
eksploitasi atau pengisapan terhadap
golongan proletariat/buruh.Marx juga menjelaskan mengenai nilai suatu komoditas
melalui sebuah rumus yaitu C=c+v+s, dimana C adalah komoditas, c adalah modal
tetap atau biaya labor tak langsung yang merujuk pada pengeluaran-pengeluaran
untuk pabrik,mesin dan peralatan, inventory, pengeluaran untuk materials, v
adalah modal variabel atau biaya labor langsung yaitu biaya-biaya buruh dan s
adalah laba atau nilai surplus. Jadi nilai suatu komoditas adalah penjumlahan
biaya labor tidak langsung (c), biaya labor langsung(v), dan laba atau nilaii
surplus(s). Suatu hal yang membuat berbeda antara labor dan faktor-faktor produksi lainnya (tanah,teknologi,dll)
adalah para kapitalis bisa memaksakan kehendaknya kepada para buruh agar nilai
produktivitas kerja yang dihasilkan melebihi nilai sesuungguhnya dari sebuah
komoditas. Tingkat eksploitasi buruh juga dapat dirumuskan dengan s`= s/v dimana s` adalah tingkat eksploitasi.
Karl
Marx meramalkan bahwa suatu saat nanti sitem kapitalime yang digagas oleh kaum
klasik akan hancur dengan sendirinya oleh karena keberhasilan yang dicapai oleh
sistem tersebut. Dia menyebut sistem kapitalis memiliki daya self destruction, yaitu suatu daya dari
dalam yang akan mengahncurkan sistem liberal itu sendiri. Dari sekian banyak
gagasan yang dikemukakan oleh Karx Marx ada suatu gagasan yaitu mengenai
Dialektika Materialisme Historis, konsep tersebut intinya menyebutkan bahwa
kaum proletariat di seluruh negri harus bersatu untuk merebut kekuasaan politik
untuk mengubah sistem Liberal ke sistem sosialis atau komunis, dan yang
memimpin gerakan revolusioner tersebut adalah golongan proletariat itu sendiri.
Berdasarkan dialektika materialisme sejarah tersebut disebutkan bahwa Marx
percaya bahwa kekuatan-kekuatan ekonomi yang disebutnya kekuatan produktif
sangat menentukan hubungan-hubungan produksi, pasar, masyarakat dan bahkan
termasuk “suprastruktur” : (ideologi, falsafah, hukum,sosial, budaya, agama, kesenian
dan sebagainya).
Berbagai
ide Karl Marx tersebut disebut dengan
Marxisme, yaitu paham tentang berbagai macam bentuk, struktur, tatanan sosial
dan semacamnya yang mengacu pada pandangan-pandangan Karx Marx. Dari berbagai
macam ide karl Marx di atas marilah kita hubungkan denga realitas kesejahteraan
buruh di Indonesia. Buruh di negeri ini ibarat suatu urat nadi bagi
perekonomian nasional, logikanya adalah sebagian besar komoditas yang kita
makan adalah hasil kerja mereka, jika seluruh buruh di tanah air melakukan
pemogokan nasional secara serentak tidak bisa kita bayangkan apakah bahan-bahan
pokok itu bisa negara sediakan untuk kita. Aksi-aksi buruh yang terjadi
akhir-akhir ini membuktikan bahwa mereka ingin hidup lebih sejahtera lagi
mengingat kebutuhan yang sangat beragam, namun perlu diperhatikan hubungan
konsep marxisme dengan gerakan buruh di Indonesia tidak terlalu erat karena
konsep yang digagas Karl Marx menghendaki sebuah perubahan secara revoluioner
dan mengganti sistem yang ada baik itu sistem politik, ekonomi, sosial maupun
budaya agar sesuai dengan gagasan komunisme yaitu negara dipimpin oleh proletariat
dan ideologi negara haruslah diganti dengan komunisme, bahkan disebutkan dalam
sebuah bukunya “DAS KAPITAL” bahwa Marxisme adalah sebuah paham yang tidak
mengenal agama karena di dalamnya Marx menyebutkan bahwa agama adalah candu
masyarakat artinya agama adalah semacam suatu pelarian dari masyarakat atas
ketidakmampuannya mencapai kesejahteraan dalam perekonomian, jadi menurut Marx
agama adalah semacam sebuah penghambat bagi masyarakat untuk mencapai sebuah
kemakmuran, hal tersebut tidak luput dari pandangan Marx yang hanya berpusat
pada materi. Di sini bisa kita ketahui bahwa gerakan buruh di Indonesia tidak
akan pernah bisa mencapai titik sempurna jika berlandaskan pada Marxisme
mengingat realitas negri ini yang mempunyai Falsafah dan ideologi sendiri yaitu
Pancasila. Indonesia juga merupakan salah satu negara dimana masyarakatnya
sangat religius dan mengakui akan keberadaan Tuhan yang maha Esa.
Berbicara
mengenai pergerakan buruh maka tiada bisa dipungkiri dengan suatu pertentangan
antara kedua belah pihak, pihak buruh
mempunyai beberapa tuntutan sedangkan para pengusaha berusaha agar tuntutan
dari buruh tidak sampai merugikan perusahaannya, karena para pengusaha
mempunyai prinsip ekonomi yaitu berusaha untuk memaximumkan profit dan
meminimumkan biaya (cost)
,biaya di sini meliputi banyak hal sepeti biaya material, biaya depresiasi, biaya buruh dan semacamnya. Kembali lagi ke masalah pergerakan buruh tadi, suatu pergerakan bisa terjadi dengan adanya beberap tujuan bersama yang hendak dicapai oleh satu kelompok. Pergerakan buruh di tanah air lebih bersifat kompromis, artinya mereka menentut kepada pemangku kekuasaan agar memperhatikan segala jenis kebutuhannya, berbeda dengan konsep yang di gagas oleh Marx yang berupaya agar kaum buruh/proletariat bersatu lalu melakukan pemberontakan untuk melawan kapitalisme dan mendirikan suatu bentuk pemerintahan baru sesuai dengan konsep Marxisme dimana negara di pimpin oleh golongan proletariat dan setiap masyarakat mendapat haknya dengan konsep “sama rasa sama rata”. Jadi inti dari gerakan Marxisme yaitu merubah pemerintahan yang berpihak kepada kapitalis serta merubah sistem yang ada entah itu sistem sosial, ekonomi maupn politik agar berpihak kepada kaum proletariat.
,biaya di sini meliputi banyak hal sepeti biaya material, biaya depresiasi, biaya buruh dan semacamnya. Kembali lagi ke masalah pergerakan buruh tadi, suatu pergerakan bisa terjadi dengan adanya beberap tujuan bersama yang hendak dicapai oleh satu kelompok. Pergerakan buruh di tanah air lebih bersifat kompromis, artinya mereka menentut kepada pemangku kekuasaan agar memperhatikan segala jenis kebutuhannya, berbeda dengan konsep yang di gagas oleh Marx yang berupaya agar kaum buruh/proletariat bersatu lalu melakukan pemberontakan untuk melawan kapitalisme dan mendirikan suatu bentuk pemerintahan baru sesuai dengan konsep Marxisme dimana negara di pimpin oleh golongan proletariat dan setiap masyarakat mendapat haknya dengan konsep “sama rasa sama rata”. Jadi inti dari gerakan Marxisme yaitu merubah pemerintahan yang berpihak kepada kapitalis serta merubah sistem yang ada entah itu sistem sosial, ekonomi maupn politik agar berpihak kepada kaum proletariat.
Jika
dikaitkan dengan konteks Indonesia, pergerakan buruh dengan konsep tersebut
sangat tidak baik, bahkan bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara, karena
intinya konsep tersebut pada akhirnya akan merubah ideologi dan sistem yang
selama ini kita anut. Para buruh hanya bisa mengambil gagasan terbaik dari Marx
yaitu tentang pemikirannya mengenai hak yang seharusnya buruh peroleh dari
majikannya, dan membuang gagasan buru dari konsep tersebut yaitu mengenai
sistem dan tatanan sosial yang yang hendak dirubah secara revolusioner.
Kesimpulannya
adalah pergerakan buruh di tanah air merupakan hal yang wajar karena kita
sekarang hidup di era demokrasi dimana setiap manusia berhak menyampaikan
gagasannya secara lisan maupun tulisan kepada pemerintah sesuai prosedur dan
tidak mengganggu kepentingan umum. Solusi yang bisa penulis berikan yaitu
hendaknya pergerakan buruh di tanah air mempunyai konsep serta pedoman yang
kuat, artinya segala aktivitas pergerakan mereka harus mempunyai nilai-nilai
luhur yang menjadi patokan mereka, dan nilai-nilai tersebut ada pada sila ke 5
Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonosia.
Sumber refrensi :
Bukunya Deliarnov “ Sejarah Pemikiran Ekonomi”
Tulisan yang menarik mas/pak Muhammad Aufal Fresky. Perlu sedikit diskusi mengenai marxistme = atheis .
BalasHapusboleh baca
http://indoprogress.com/2013/04/marxisme-dan-ateisme/
Maf bru bls. Iy mas/pak saya juga sama2 bljr. Butuh bimbingan juga. Saya pernah buka artikel indoprogress. Isinya bagus2.
HapusTerima kasih mas/pak Fresky, tulisan yang cukup membuka mata. Melihat relevansi demo-demo buruh dengan apa yang dituliskan Karl Marx, mungkin kita atau pemerintah agaknya perlu mengkaji lebih dalam terkait surplus value, sebagai tambahan pegangan dalam penentuan UMR.
BalasHapusSbb. Iy mbk vinka. Sama2x. Bahan koreksi dan evaluasi bagi kita semua.
Hapustulisan yang bagus namun kembali lagi perlu diketahui bahwa dalam das kapital tidak ada satupun tulisan tentang agama adalah candu. perlu analisis yang lebih tajam lagi banyak yang kurang pas bahkan miss dalam tulisan ini.
BalasHapus